PENDIDIKAN BERMUTU UNTUK SEMUA
KONVENSI PBB, amanah UUD RI 1945, dan UU RI No. 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menegaskan bahwa pendidikan bermutu
merupakan komitmen global, ia bukanlah milik segelintir orang, melainkan untuk
semua orang. Setiap bentuk diskriminasi terhadap warga negara dalam bidang
pendidikan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia (UU NO.
39/1999 tentang HAM, pasal 1 (3) dan pasal 12). Direktur UNESCO menyatakan hal
senada, “Pendidikan terbaik dari yang terbaik adalah pendidikan terbaik untuk
semua”.
UU RI No. 20/2003 tentang Sisdiknas, pasal 4 (1)
menyebutkan “Pendidikan diselengarakan secara demokratis dan berkeadilan serta
tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Pendidikan untuk semua tidak sebatas memperoleh
pendidikan semata, melainkan memperoleh pendidikan bermutu. Jadi pendidikan
bermutu adalah harga mati tanpa kompromi karena ia merupakan investasi sumber
daya manusia yang diperlukan untuk mendukung kelangsungan pembangunan dan
kehidupan bangsa. Sebaliknya, pendidikan tidak bermutu adalah awal dari
keharcuran sebuah bangsa.
Oleh karena itu, siapapun diantara kita, terutama
stakeholder pendidikan yang tidak mendukung pendidikan bermutu di negeri ini
berarti ia adalah bagian atau memiliki kontribusi dalam merusak bangsa ini.
Bersumber dari Bank dunia 2005 dan EFA Global Monitoring Report 2005 dan banyak
riset menyimpulkan bahwa prediktor utama pendidikan bermutu berawal dari
pembelajaran efektif.
Pendidikan bermutu sangat ditentukan oleh pembelajaran
efektif, dan pembelajaran efektif dipengaruhi oleh beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam penyelenggaraan atau layanan pendidikan. Faktor-faktor yang
dimaksud adalah; (1) ketersediaan dan dukungan pengembangan dan pelatihan
profesional pendidik; (2) mekanisme dan proses akuntabilitas, mencakup tata
kelola; (3) kurikulum dan kontrol atau penilaian mutu pembelajaran, dan umpan
balik pembelajaran, melalui LKS yang disertai pembahasannya; (4) sarana dan
prasarana fisik sekolah, seperti perpustakaan dan laboratorium; (5)
kepemimpinan sekolah, organisasi dan budaya sekolah; (6) penjaminan dan sistem
dukungan mutu, terutama penjaminan mutu internal, yakni semua satuan atau unit
yang ada memiliki SOP; (7) kemitraan orang tua, sekolah dan masyarakat; dan (8)
kehadiran dan motivasi peserta didik.
Pendapat lain, terkait prediktor pendidikan bermutu
atau sekolah efektif ditegaskan oleh Peter Martimor (2001) dalam bukunya
“Improving School Effectiveness”, yakni sekolah yang memenuhi: (1) professional
leadership; (2) shared vision and goals; (3) learning environment; (4)
concentration on teaching and learning; (5) purposeful teaching; (6) high
expectation; (7) positive reinforcement; (8) monitoring progress; (9) pupil
right and responsibilities; (10) home-school partnership; and (11) learning
organization.
Diyakini dari sekian faktor yang mempengaruhi
perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran adalah faktor guru, dan pemerintah
telah berusaha keras untuk mempersiapkan dan melakukan profesionalisasi guru
secara berkelanjutan, antara lain melaksanakan sertifikasi guru, namun hingga
saat belum membuahkan hasil sebagaimana diharapkan.
Dalam praktek penyelenggaraan pendidikan sekarang ini,
menyelesaikan permasalahan pemerataan dan pendidikan bermutu sangat dilematik.
Di satu pihak keharuskan memberi akses pemerataan pendidikan dimana semua anak
Indonesia harus mengenyam pendidikan, di pihak lain pendidikan mutu diabaikan.
Akhirnya yang terjadi Angka Partisipasi Kasar (APK) tercapai, namun pendidikan
bermutu terabaikan.
Berikut ini, penulis tegaskan kembali beberapa hal
penting dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua, antara lain sebagai
berikut.
Secara terus menerus mengusahakan terlaksananya proses
pembelajaran efektif.
Mengefektifkan fungsi monitoring, evaluasi dan
pembinaan sekolah dan madrasah oleh tiga aktor peningkatan mutu, yakni: guru,
kepala sekolah dan pengawas sekolah. Penulis amati, mereka dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya belum bersinergis dengan baik dan cendrung berjalan
sendiri-sendiri. Tiga aktor peningkatan mutu tersebut harus bersinergis dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, jika perlu mereka terhimpun dalam sebuah
wadah semacam forum komunikasi pembelajaran efektif. Selain itu, kepemimpinan
pembelajaran di kelas dan sekolah yang merupakan tanggung jawab guru dan kepala
sekolah belum berfungsi secara baik, seperti ujian formatif (ulangan harian)
yang merupakan unsur penting dalam proses pembelajaran sama sekali tidak
mendapat perhatian serius dalam pembelajaran, diikuti lemahnya umpan balik
pembelajaran.
Konsensus politik pihak legislatif dan eksekutip,
serta stakeholder pendidikan sangat mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan
bermutu untuk semua. Mereka harus memiliki persepsi yang sama dalam melihat
realitas atau permasalahan pendidikan. Ketidakberdayaan pendidikan selama ini,
antara lain akibat dari perbedaan persepsi melihat persoalan pendidikan.
Faktanya, perbedaan dalam melihat persoalan guru, dimana pemerintah pusat
menegaskan bahwa jumlah guru di daerah adalah cukup, sementara pemerintah
daerah mengatakan jumlah guru kurang.
Masih terkait konsensus politik pendidikan. Regulasi
atau perundang-undangan dalam penyelenggaraan pendidikan sangat diperlukan,
Namun dalam praktek penyelenggaraan pendidikan tersebut sering terjadi justru
sebaliknya dimana ketidakberdayaan mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua
akibat regulasi atau perundang-undangan yang sangat lemah, misalnya masyarakat
tidak memperoleh edukasi yang baik dalam memahami pertanggungjawaban pendidikan
akibat intervensi politik praktis di dunia pendidikan, regulasi dan
perudang-undangan pendidikan tidak dipersiapkan dengan baik, seperti naskah
akademik perundang-undangan pendidikan disusun tidak berbasis riset dan data.
Penilaian kelayakan satuan pendidikan dan/atau program
pendidikan melalui penyelenggaraan akreditasi sekolah/madrasah secara
profesional dan terpecaya sebagai satu pilar penting dan komprehenship dalam
mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua belum mendapat perhatian serius dari
stakeholder pendidikan, seperti pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemerintah
wajib mendukung pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah dan menggunakan
rekomendasi hasil akreditasi dalam menyusun kebijakan pendidikan bermutu untuk
semua.
Intervensi pemerintah daerah, terutama pada penyediaan
dana pendidikan sangat diperlukan. Dana pendidikan yang dialokasikan melalui
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hanya cukup untuk mencapai standar minimal
pendidikan, tidak cukup untuk membiayai pendidikan bermutu untuk semua, BOSDA
dengan jumlah cukup masih sangat diperlukan