Jumat, 19 Oktober 2018

Pendidikan Bermuttu Untuk Semua



PENDIDIKAN BERMUTU UNTUK SEMUA
KONVENSI PBB, amanah UUD RI 1945, dan UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menegaskan bahwa pendidikan bermutu merupakan komitmen global, ia bukanlah milik segelintir orang, melainkan untuk semua orang. Setiap bentuk diskriminasi terhadap warga negara dalam bidang pendidikan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia (UU NO. 39/1999 tentang HAM, pasal 1 (3) dan pasal 12). Direktur UNESCO menyatakan hal senada, “Pendidikan terbaik dari yang terbaik adalah pendidikan terbaik untuk semua”.
UU RI No. 20/2003 tentang Sisdiknas, pasal 4 (1) menyebutkan “Pendidikan diselengarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
Pendidikan untuk semua tidak sebatas memperoleh pendidikan semata, melainkan memperoleh pendidikan bermutu. Jadi pendidikan bermutu adalah harga mati tanpa kompromi karena ia merupakan investasi sumber daya manusia yang diperlukan untuk mendukung kelangsungan pembangunan dan kehidupan bangsa. Sebaliknya, pendidikan tidak bermutu adalah awal dari keharcuran sebuah bangsa.
Oleh karena itu, siapapun diantara kita, terutama stakeholder pendidikan yang tidak mendukung pendidikan bermutu di negeri ini berarti ia adalah bagian atau memiliki kontribusi dalam merusak bangsa ini. Bersumber dari Bank dunia 2005 dan EFA Global Monitoring Report 2005 dan banyak riset menyimpulkan bahwa prediktor utama pendidikan bermutu berawal dari pembelajaran efektif.
Pendidikan bermutu sangat ditentukan oleh pembelajaran efektif, dan pembelajaran efektif dipengaruhi oleh beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan atau layanan pendidikan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah; (1) ketersediaan dan dukungan pengembangan dan pelatihan profesional pendidik; (2) mekanisme dan proses akuntabilitas, mencakup tata kelola; (3) kurikulum dan kontrol atau penilaian mutu pembelajaran, dan umpan balik pembelajaran, melalui LKS yang disertai pembahasannya; (4) sarana dan prasarana fisik sekolah, seperti perpustakaan dan laboratorium; (5) kepemimpinan sekolah, organisasi dan budaya sekolah; (6) penjaminan dan sistem dukungan mutu, terutama penjaminan mutu internal, yakni semua satuan atau unit yang ada memiliki SOP; (7) kemitraan orang tua, sekolah dan masyarakat; dan (8) kehadiran dan motivasi peserta didik.
Pendapat lain, terkait prediktor pendidikan bermutu atau sekolah efektif ditegaskan oleh Peter Martimor (2001) dalam bukunya “Improving School Effectiveness”, yakni sekolah yang memenuhi: (1) professional leadership; (2) shared vision and goals; (3) learning environment; (4) concentration on teaching and learning; (5) purposeful teaching; (6) high expectation; (7) positive reinforcement; (8) monitoring progress; (9) pupil right and responsibilities; (10) home-school partnership; and (11) learning organization.
Diyakini dari sekian faktor yang mempengaruhi perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran adalah faktor guru, dan pemerintah telah berusaha keras untuk mempersiapkan dan melakukan profesionalisasi guru secara berkelanjutan, antara lain melaksanakan sertifikasi guru, namun hingga saat belum membuahkan hasil sebagaimana diharapkan.
Dalam praktek penyelenggaraan pendidikan sekarang ini, menyelesaikan permasalahan pemerataan dan pendidikan bermutu sangat dilematik. Di satu pihak keharuskan memberi akses pemerataan pendidikan dimana semua anak Indonesia harus mengenyam pendidikan, di pihak lain pendidikan mutu diabaikan. Akhirnya yang terjadi Angka Partisipasi Kasar (APK) tercapai, namun pendidikan bermutu terabaikan.
Berikut ini, penulis tegaskan kembali beberapa hal penting dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua, antara lain sebagai berikut.
Secara terus menerus mengusahakan terlaksananya proses pembelajaran efektif.
Mengefektifkan fungsi monitoring, evaluasi dan pembinaan sekolah dan madrasah oleh tiga aktor peningkatan mutu, yakni: guru, kepala sekolah dan pengawas sekolah. Penulis amati, mereka dalam melaksanakan tugas dan fungsinya belum bersinergis dengan baik dan cendrung berjalan sendiri-sendiri. Tiga aktor peningkatan mutu tersebut harus bersinergis dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, jika perlu mereka terhimpun dalam sebuah wadah semacam forum komunikasi pembelajaran efektif. Selain itu, kepemimpinan pembelajaran di kelas dan sekolah yang merupakan tanggung jawab guru dan kepala sekolah belum berfungsi secara baik, seperti ujian formatif (ulangan harian) yang merupakan unsur penting dalam proses pembelajaran sama sekali tidak mendapat perhatian serius dalam pembelajaran, diikuti lemahnya umpan balik pembelajaran.
Konsensus politik pihak legislatif dan eksekutip, serta stakeholder pendidikan sangat mempengaruhi penyelenggaraan pendidikan bermutu untuk semua. Mereka harus memiliki persepsi yang sama dalam melihat realitas atau permasalahan pendidikan. Ketidakberdayaan pendidikan selama ini, antara lain akibat dari perbedaan persepsi melihat persoalan pendidikan. Faktanya, perbedaan dalam melihat persoalan guru, dimana pemerintah pusat menegaskan bahwa jumlah guru di daerah adalah cukup, sementara pemerintah daerah mengatakan jumlah guru kurang.
Masih terkait konsensus politik pendidikan. Regulasi atau perundang-undangan dalam penyelenggaraan pendidikan sangat diperlukan, Namun dalam praktek penyelenggaraan pendidikan tersebut sering terjadi justru sebaliknya dimana ketidakberdayaan mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua akibat regulasi atau perundang-undangan yang sangat lemah, misalnya masyarakat tidak memperoleh edukasi yang baik dalam memahami pertanggungjawaban pendidikan akibat intervensi politik praktis di dunia pendidikan, regulasi dan perudang-undangan pendidikan tidak dipersiapkan dengan baik, seperti naskah akademik perundang-undangan pendidikan disusun tidak berbasis riset dan data.
Penilaian kelayakan satuan pendidikan dan/atau program pendidikan melalui penyelenggaraan akreditasi sekolah/madrasah secara profesional dan terpecaya sebagai satu pilar penting dan komprehenship dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua belum mendapat perhatian serius dari stakeholder pendidikan, seperti pemerintah daerah kabupaten/kota. Pemerintah wajib mendukung pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah dan menggunakan rekomendasi hasil akreditasi dalam menyusun kebijakan pendidikan bermutu untuk semua.
Intervensi pemerintah daerah, terutama pada penyediaan dana pendidikan sangat diperlukan. Dana pendidikan yang dialokasikan melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hanya cukup untuk mencapai standar minimal pendidikan, tidak cukup untuk membiayai pendidikan bermutu untuk semua, BOSDA dengan jumlah cukup masih sangat diperlukan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi

Teddy Triyadi Nugroho Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Jakarta Kamis, 14 Mei 2020 09:08 WIB Pembelajaran jarak jauh yang ...