Rabu, 17 Juni 2020

Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi



Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Jakarta
Kamis, 14 Mei 2020 09:08 WIB

Pembelajaran jarak jauh yang dilakukan secara daring (online) memberikan banyak manfaat, misalnya meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi untuk para pesertadidik.
SAAT wabah COVID-19 ini muncul seluruh aktivitas manusia dibatasi, termasuk kegiatan pembelajaran—baik di jenjang sekolah dasar sampai jenjang perkuliahan mulai menerapkan kegiatan belajar dari rumah. Hal ini dilakukan guna membatasi penyebaran virus yang masif. Kebijakan belajar dari rumah mulai diterapkan pada tanggal 9 Maret 2020 setelah menteri pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan surat edaran nomor 2 tahun 2020 dan nomor 3 tahun 2020  tentang pembelajaran secara daring dan bekerja dari rumah dalam rangka pencegahan penyebaran Corona Virus Disease (COVID-19).

Seluruh pimpinan perguruan tinggi di setiap daerah yang terdampak, diminta untuk menghentikan aktivitas kegiatan akademik seperti perkuliahan secara tatap muka. Sebagai tindak lanjut dari surat edaran tersebut seluruh perguruan tinggi juga diminta untuk mengeluarkan kebijakan tentang proses pembelajaran secara daring bagi mahasiswa. Oleh karenanya semua perguruan tinggi di Indonesia melakukan penyesuaian terhadap kebijakan ini dalam merubah seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring.

Tantangan Perkuliahan Daring Saat Ini
Proses perkuliahan secara daring dinilai sebagai tantangan baru di dalam era revolusi industri 4.0, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ini. Hal tersebut dikarenakan ditahun ini Indonesia secara resmi baru mengeluarkan kebijakan pendidikan tinggi yang secara spesifik merespon tuntutan revolusi industri 4.0, dengan kebijakan yang disebut dengan kampus merdeka. Program ini membuka ruang sangat luas bagi mahasiswa untuk menentukan sendiri bidang-bidang pembelajaran yang menjadi fokus dan minatnya. Selain itu, program ini juga dapat mendorong mahasiswa tidak hanya melakukan pembelajaran di dalam kelas tapi juga pada masyarakat dan melibatkan agency-agency yang luas.

Di saat seperti sekarang ini model pembelajaran berbasis digital telah dimaksimalkan secara masif hampir diseluruh Indonesia. Meskipun juga model ini terbilang belum secara menyeluruh menjangkau lapisan sosial bawah yang ada di masyarakat. Karena pada dasarnya model pembelajaran ini juga mempunyai syarat yang harus di penuhi yakni akses terhadap informasi digital. Untuk itu jika ditinjau dari akses terhadap teknologi digital, tidak semua mahasiswa mempunyai akses yang sama. Menurut Dosen Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Whisnu Triwibowo menilai perkuliahan online berpotensi memicu ketimpangan sosial yang berdampak pada kualitas pembelajaran mahasiswa.

Hal ini dikarenakan ketersediaan infrastruktur digital yang belum merata, Indonesia saat ini belum menyediakan infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), prasyarat utama untuk pembelajaran jarak jauh, yang memadai dan meluas untuk seluruh warganya. Selain itu, status sosio-ekonomi juga mempengaruhi tingkat kompetensi dan literasi dalam menggunakan TIK, ketika dosen atau mahasiswa yang gagap teknologi tidak akan mampu mengelola pembelajaran. Keterkaitan erat antara kesenjangan sosial, ketersediaan akses, dan keterampilan digital saling mempengaruhi kualitas PJJ dan membuat kesenjangan digital menjadi masalah multidimensi.

Tantangan bagi dosen dan mahasiswa memang terkait pada pemanfaatan teknologi pembelajaran yang harus terus ditingkatkan kualitasnya. Terlebih Muatan pembelajaran daring masih perlu terus disempurnakan agar lebih interaktif sehingga memungkinkan Mahasiswa dapat lebih terlibat (engaged) dalam proses pembelajaran. Daya dukung teknologi juga perlu terus ditingkatkan kualitasnya, sebagaimana fasilitas yang digunakan perusahaan-perusahaan penyedia konten (content provider).

Dalam hal ini dosen juga harus siap dengan komunikasi yang intens dengan mahasiswa, berbagai kanal percakapan seperti WhatsApp, forum, telepon sampai video call harus tetap melayani mahasiswa di tengah pandemi saat ini. Dengan proses yang sedemikian diharapkan mampu mengembangkan kualitas pembelajaran. Disamping itu juga dibutuhkannya kapasitas kelembagaan literasi digital dosen dan mahasiswa yang harus dikembangkan.

Menakar kesiapan Pembelajaran Jarak Jauh
Tidak bisa dipungkiri bahwa semua pihak yang menjalani perkuliahan daring mengalami kepanikan baik dosen dan mahasiswa sekalipun. Masalah teknis menjadi salah satu kendala dari sekian banyak kendala dan problem dalam proses belajar mengajar secara daring. Masalah teknis yang ditemui biasanya mulai dari kendala kouta,signal, hingga kendala dari aplikasi online yang kita pakai.

Oleh karenanya sebenarnya secara umum kita belum siap secara menyeluruh untuk melakukan perkuliahan daring saat ini, apalagi mahasiswa banyak yang menyoal tentang keluhan gagalnya memahami materi yang disampaikan lewat daring. Hal ini memang dirasa wajar karena baik mahasiswa dan dosen belum adanya peralihan dan kemampuan adaptasi dari proses pembelajaran seperti ini. Terlebih lagi pada dasarnya setiap mahasiswa memiliki kemampuan dan pengalaman yang berbeda dengan mahasiswa lainnya yang mungkin sudah terbiasa dengan pembelajaran online.

Setidaknya terdapat tiga factor yang mempengaruhi kemampuan mahasiswa untuk menyelesaikan perkuliahaan daring, yakni faktor eksternal, internal dan kontekstual. Beberapa factor eksternal diantaranya adalah kendala waktu, adanya tekanan keluarga, kurangnya dukungan di lingkungan sekitar dan masalah keuangan. Hal tersebut berkaitan dengan konteks mentalitas mahasiswa yang mempunyai kendala dan tuntutan tentang tugas yang diberikan secara terus menerus. Hal ini mungkin saja berpengaruh terhadap aspek psikologis mahasiswa tersebut. Terlebih jika mahasiswa tersebut mempunyai tuntutan kebutuhan biaya sehari hari apalagi ditambah dengan kebutuhan kuota internet yang menambah beban keuangan mahasiswa.

Selain itu juga faktor internal yang berkaitan dengan disiplin dan kemampuan mengatur waktu, hal tersebut juga terkait dengan bagaimana mahasiswa dapat menyiapkan kedisiplinannya untuk fokus pada perkuliahaan. Sementara factor kontekstual lebih cenderung kepada aplikasi online yang tidak ramah kepada pengguna (user-frendly),kemampuan penguasaan teknologi, kurangnya interaktivitas, perasaan terisolasi karena harus belajar mandiri serta kurangnya kehadiran instruktur yang dapat membimbing secara langsung. Untuk itu ketiga faktor tersebut sangat mempengaruhi keputusan mahasiswa untuk bertahan dengan perkuliahan daring atau tidak, tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap penilaian pembelajaran nantinya


Kamis, 22 November 2018

Pendidikan Yang Membebaskan


Pendidikan Yang Membebaskan Menurut Paulo Freire
8 Januari 2013   14:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:22  3690  1 0
Hasil gambar untuk pendidikan yang membebaskan
Paulo Freire adalah tokoh pendidikan yang sangat kontroversial. Ia menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. Bagi dia, sistem pendidikan yang ada sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin tetapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan oleh penguasa. Karena pendidikan yang demikian hanya menguntungkan penguasa maka harus dihapuskan dan digantikan dengan sistem pendidikan yang baru. Sebagai jalan keluar atas kritikan tajam itu maka Freire menawarkan suatu sistem pendidikan alternatif yang menurutnya relevan bagi masyarakat miskin dan tersisih. Kritikan dan pendidikan altenatif yang ditawarkan Freire itu menarik untuk dipakai menganalisis permasalahan pendidikan di Indonesia. Walaupun harus diakui bahwa konteks yang melatarbelakangi lahirnya pemikiran yang kontroversial mengenai pendidikan itu berbeda dengan konteks Indonesia. Namun di balik kesadaran itu, ada keyakinan bahwa filsafat pendidikan yang ada di belakang pemikiran Freire dan juga metodologi
pendidikan yang ditawarkan akan bermanfaat dalam “membedah” permasalahan pendidikan di Indonesia.
Pandangan Paulo Freire Tentang Pendidikan. Pandangan Paulo Freire tentang pendidikan tercermin dalam kritikannya yang tajam terhadap sistem pendidikan dan dalam pendidikan alternatif yang ia tawarkan. Baik kritikan maupun tawaran konstruktif Freire keduanya lahir dari suatu pergumulan dalam konteks nyata yang ia hadapi dan sekaligus merupakan refleksi filsafat pendidikannya yang berporos pada pemahaman tentang manusia.
a. Konteks Yang Melatarbelakangi Pemikiran Paulo Freire.
Hidup Freire merupakan suatu rangkaian perjuangan dalam konteksnya. Ia lahir tanggal 19 September 1921
di Recife, Timur Laut Brasilia. Masa kanak-kanaknya dilalui dalam situasi penindasan karena orang tuanya
yang kelas menengah jatuh miskin pada tahun 1929. Setamat sekolah menengah, Freire kemudian belajar
Hukum, Filsafat, dan Psikologi. Sementara kuliah, ia bekerja “part time” sebagai instuktur bahasa Potugis di
sekolah menengah. Ia meraih gelar doktor pada tahun 1959 lalu diangkat menjadi profesor. Dalam kedudukannya sebagi dosen, ia menerapkan sistem pendidikan “hadap-masalah” sebagai kebalikan dari pendidikan “gaya bank”. Sistem pendidikan hadap masalah yang penekanan utamanya pada penyadaran nara didik menimbulkan kekuatiran di kalangan para penguasa. Karena itu, ia dipenjarakan pada tahun 1964 dan kemudian diasingkan ke Chile. Pengasingan itu, walaupun mencabut ia dari akar budayanya yang menimbulkan ketegangan, tidak membuat idenya yang membebaskan “dipenjarakan”, tetapi sebaliknya ide itu semakin menyebar ke seluruh dunia. Ia mengajar di Universitas Havard, USA pada tahun 1969-1970. Ia pernah menjadi konsultan bidang pendidikan WCC.
Pemikiran Paulo Freire tentang pendidikan lahir dari pergumulannya selama bekerja bertahun-tahun di tengah-tengah masyarakat desa yang miskin dan tidak “berpendidikan”. Masyarakat feodal (hirarkis) adalah struktur masyarakat yang umum berpengaruh di Amerika Latin pada saat itu. Dalam masyarakat feodal yang hirarkis ini terjadi perbedaan mencolok antara strata masyarakat “atas” dengan strata masyarakat “bawah”. Golongan atas menjadi penindas masyarakat bawah dengan melalui kekuasaan politik dan akumulasi kekayaan, karena itu menyebabkan golongan masyarakat bawah menjadi semakin miskin yang sekaligus semakin menguatkan ketergantungan kaum tertindas kepada para penindas itu.
Dalam kehidupan masyarakat yang sangat kontras itu, lahirlah suatu kebudayaan yang disebut Freire dengan
kebudayaan “bisu”. Kesadaran refleksi kritis dalam budaya seperti ini tetap tidur dan tidak tergugah. Akibatnya waktu lalu hanya dilihat sebagai sekat hari ini yang menghimpit. Manusia tenggelam dalam “hari ini” yang panjang, monoton dan membosankan sedangkan eksistensi masa lalu dan masa akan datang belum disadari. Dalam kebudayaan bisu yang demikian itu kaum tertindas hanya menerima begitu saja segala perlakuan dari kaum penindas. Bahkan, ada ketakutan pada kaum tertindas akan adanya kesadaran tentang ketertindasan mereka. Itulah dehumanisasi karena bahasa sebagai prakondisi untuk menguasai realitas hidup telah menjadi kebisuan. Diam atau bisu dalam konteks yang dimaksud Freire bukan karena protes atas perlakuan yang tidak adil. Itu juga bukan strategi untuk menahan intervensi penguasa dari luar. Tetapi, budaya bisu yang terjadi adalah karena bisu dan bukan membisu. Mereka dalam budaya bisu memang tidak tahu apa-apa. Mereka tidak memiliki kesadaran bahwa mereka bisu dan dibisukan. Karena itu, menurut Freire untuk menguasai realitas hidup ini termasuk menyadari kebisuan itu, maka bahasa harus dikuasai. Menguasai bahasa berarti mempunyai kesadaran kritis dalam mengungkapkan realitas. Untuk itu, pendidikan yang dapat membebaskan dan memberdayakan adalah pendidikan yang melaluinya nara didik dapat mendengar suaranya yang asli. Pendidikan yang relevan dalam masyarakat berbudaya bisu adalah mengajar untuk memampukan mereka mendengarkan suaranya sendiri dan bukan suara dari luar termasuk suara sang pendidik. Dalam konteks yang demikian itulah Freire bergumul.  Ia terpanggil untuk membebaskan masyarakatnya yang tertindas dan yang telah “dibisukan”. Pendidikan “gaya bank” dilihatnya sebagai salah satu sumber yang mengokohkan penindasan dan kebisuan itu. Karena itulah, ia menawarkan pendidikan “hadapmasalah” sebagai jalan membangkitkan kesadaran masyarakat bisu.
b. Kritikan Paulo Freire Terhadap Pendidikan “Gaya Bank”.
Dalam sistem pendidikan yang diterapkan di Brasilia pada masa Freire, anak didik tidak dilihat sebagai yang dinamis dan punya kreasi tetapi dilihat sebagai benda yang seperti wadah untuk menampung sejumlah rumusan/dalil pengetahuan. Semakin banyak isi yang dimasukkan oleh gurunya dalam “wadah” itu, maka semakin baiklah gurunya. Karena itu semakin patuh wadah itu semakin baiklah ia. Jadi, murid/nara didik hanya menghafal seluruh yang diceritrakan oleh gurunya tanpa mengerti. Nara didik adalah obyek dan bukan subyek. Pendidikan yang demikian itulah yang disebut oleh Freire sebagai pendidikan “gaya bank”. Disebut pendidikan gaya bank sebab dalam proses belajar mengajar guru tidak memberikan pengertian kepada nara didik, tetapi memindahkan sejumlah dalil atau rumusan kepada siswa untuk disimpan yang kemudian akan dikeluarkan dalam bentuk yang sama jika diperlukan. Nara didik adalah pengumpul dan penyimpan sejumlah pengetahuan, tetapi pada akhirnya nara didik itu sendiri yang “disimpan” sebab miskinnya daya cipta. Karena itu pendidikan gaya bank menguntungkan kaum penindas dalam melestarikan penindasan terhadap sesamanya manusia.
Pendidikan “gaya bank” itu ditolak dengan tegas oleh Paulo Freire. Penolakannya itu lahir dari pemahamannya tentang manusia. Ia menolak pandangan yang melihat manusia sebagai mahluk pasif yang tidak perlu membuat pilihan-pilihan atas tanggung jawab pribadi mengenai pendidikannya sendiri. Bagi Freire manusia adalah mahluk yang berelasi dengan Tuhan, sesama dan alam. Dalam relasi dengan alam, manusia tidak hanya berada di dunia tetapi juga bersama dengan dunia. Kesadaran akan kebersamaan dengan dunia menyebabkan manusia berhubungan secara kritis dengan dunia. Manusia tidak hanya bereaksi secara refleks seperti binatang, tetapi memilih, menguji, mengkaji dan mengujinya lagi sebelum melakukan tindakan. Tuhan memberikan kemampuan bagi manusia untuk memilih secara reflektif dan bebas. Dalam relasi seperti itu, manusia berkembang menjadi suatu pribadi yang lahir dari dirinya sendiri. Bertolak dari pemahaman yang demikian itu, maka ia menawarkan sistem pendidikan alternatif sebagai pengganti pendidikan “gaya bank” yang ditolaknya. Sistem pendidikan alternatif yang ditawarkan Freire disebut pendidikan “hadap-masalah”.
c. Pendidikan “Hadap-Masalah”: Suatu Pendidikan Alternatif.
Pendidikan “hadap-masalah” sebagai pendidikan alternatif yang ditawarkan oleh Freire lahir dari konsepsinya tentang manusia. Manusia sendirilah yang dijadikan sebagai titik tolak dalam pendidikan hadap-masalah. Manusia tidak mengada secara terpisah dari dunia dan realitasnya, tetapi ia berada dalam dunia dan bersama-sama dengan realitas dunia. Realitas itulah yang harus diperhadapkan pada nara didik supaya ada kesadaran akan realitas itu. Konsep pedagogis yang demikian didasarkan pada pemahaman bahwa manusia mempunyai potensi untuk berkreasi dalam realitas dan untuk membebaskan diri dari penindasan budaya, ekonomi dan politik.
Kesadaran tumbuh dari pergumulan atas realitas yang dihadapi dan diharapkan akan menghasilkan suatu tingkah laku kritis dalam diri nara didik. Freire membagi empat tingkatan kesadaran manusia, yaitu :
1) Kesadaran intransitif, dimana seseorang hanya terikat pada kebutuhan jasmani, tidak sadar akan sejarah dan tenggelam dalam masa kini yang menindas.
2) Kesadaran semi intransitif atau kesadaran magis. Kesadaran ini terjadi dalam masyarakat berbudaya bisu, dimana masyarakatnya tertutup. Ciri kesadaran ini adalah fatalistis. Hidup berarti hidup di bawah kekuasaan orang lain atau hidup dalam ketergantungan.
3) Kesadaran Naif. Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk mempertanyakan dan mengenali realitas, tetapi masih ditandai dengan sikap yang primitif dan naif, seperti: mengindentifikasikan diri dengan elite, kembali ke masa lampau, mau menerima penjelasan yang sudah jadi, sikap emosi kuat, banyak berpolemik dan berdebat tetapi bukan dialog.
4) Kesadaran kritis transitif. Kesadaran kritis transitif ditandai dengan kedalaman menafsirkan masalah-masalah, percaya diri dalam berdiskusi, mampu menerima dan menolak. Pembicaraan bersifat dialog. Pada tingkat ini orang mampu merefleksi dan melihat hubungan sebab akibat.
Bagi Freire pendidikan yang membebaskan adalah pendidikan yang menumbuhkan kesadaran kritis transitif. Memang ia tidak bermaksud bahwa seseorang langsung mencapai tingkatan kesadaran tertinggi itu, tetapi belajar adalah proses bergerak dari kesadaran nara didik pada masa kini ke tingkatan kesadaran yang di atasnya. Dalam proses belajar yang demikian kontradiksi guru-murid (perbedaan guru sebagai yang menjadi sumber segala pengetahuan dengan murid yang menjadi orang yang tidak tahu apa-apa) tidak ada. Nara didik tidak dilihat dan ditempatkan sebagai obyek yang harus diajar dan menerima. Demikian pula sebaliknya guru tidak berfungsi sebagai pengajar. Guru dan murid adalah sama-sama belajar dari masalah yang dihadapi. Guru dan nara didik bersama-sama sebagai subyek dalam memecahkan permasalahan. Guru bertindak dan berfungsi sebagai koordinator yang memperlancar percakapan dialogis. Ia adalah teman dalam memecahkan permasalahan. Sementara itu, nara didik adalah partisipan aktif dalam dialog tersebut.
Materi dalam proses pendidikan yang demikian tidak diambil dari sejumlah rumusan baku atau dalil dalam buku paket tetapi sejumlah permasalahan. Permasalahan itulah yang menjadi topik dalam diskusi dialogis itu yang diangkat dari kenyataan hidup yang dialami oleh nara didik dalam konteksnya sehari-hari, misalnya dalam pemberantasan buta huruf. Pertamatama peserta didik dan guru secara bersama-sama menemukan dan menyerap tema-tema kunci yang menjadi situasi batas (permasalahan) nara didik. Tema-tema kunci tersebut kemudian didiskusikan dengan memperhatikan berbagai kaitan dan dampaknya. Dengan proses demikian nara didik mendalami situasinya dan mengucapkannya dalam bahasanya sendiri. Inilah yang disebut oleh Freire menamai dunia dengan bahasa sendiri. Kata-kata sebagai hasil penamaan sendiri itu kemudian dieja dan ditulis. Proses demikian semakin diperbanyak sehingga nara didik dapat merangkai kata-kata dari
hasil penamaannya sendiri.
d. Relevansi Pemikiran Freire dalam Konteks Indonesia.
Allen J.Moore mengatakan bahwa konsep Freire yang dirumuskan dalam konteks Amerika Latin tidak bisa
diterapkan begitu saja dalam konteks yang berbeda sebab situasinya dan permasalahannya tidak sama.
Peringatan Moore ini adalah satu kendali supaya kita tidak bertindak naif dalam menganalisis suatu permasalahan dalam konteks yang khas. Hal itu sekaligus menjadi peringatan supaya kritikan Freire dapat dipakai secara kritis dalam menganalisis permasalahan pendidikan di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia. Memang harus diakui bahwa konteks permasalahan Amerika Latin, khususnya Brasilia tidak sama persis dengan permasalahan dalam masyarakat Indonesia, tetapi dalam banyak hal kita menemukan persamaan. Masyarakat Indonesia yang terdiri atas suku-suku adalah masyarakat hierarkis yang nampak dalam strata sosial yang mempunyai sebutan khas di berbagai daerah.  Walaupun strata sosial ini sudah tidak terlalu nampak tetapi justru telah lahir suatu strata sosial baru yang prakteknya hampir sama dengan feodalisme tradisional. Pemegang kendali dalam feodalisme modern adalah kelompok pedagang/pengusaha yang menguasai ekonomi lebih dari setengah kekayaan yang ada. Kelompok tersebut mengakumulasikan kekayaan kurang lebih 80 % kekayaan Indonesia padahal jumlah mereka tidak lebih dari 20 % dari jumlah penduduk. Kedua kelompok “penindas” tersebut semakin memperkokoh kekuasaannya sebab secara praktik hanya mereka yang mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi yang sangat mahal dan terpola dalam sistem kekuasaan itu. Generasi itulah yang kemudian menjadi pewaris “tahta penindasan”. Kalau ada dari kelompok rakyat kecil yang mampu mengecap pendidikan tinggi, ia akan berubah menjadi pemegang kendali feodalisme baru itu baik dalam rangka balas dendam maupun dalam “penindasan” terhadap sesamanya kaum “tertindas”.
Salah satu kritikan Freire adalah pendidikan yang berupaya membebaskan kaum tertindas untuk menjadi penindas baru. Bagi Freire pembebasan kaum tertindas tidak dimaksudkan supaya ia bangkit menjadi penindas yang baru, tetapi supaya sekaligus membebaskan para penindas dari kepenindasannya.
Dalam proses belajar mengajar, pemerintah Republik Indonesia telah mengupayakan untuk menerapkan pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA), tetapi hanya metodenya sajalah yang CBSA. Sementara materi yang disampaikan masih merupakan barang asing yang tidak lahir dari dalam konteks dimana manusia itu ada sehingga pada akhirnya siswa kembali menjadi “bank” penyimpanan sejumlah pengetahuan. Memang siswa aktif belajar dan mungkin berdiskusi dalam kelas tetapi yang  didiskusikan dan dipelajari dalam kelas adalah sejumlah dalil dan rumus yang tidak punya hubungan dengan kehidupannya. Lagi pula relasi guru-siswa adalah pengajar dan yang diajar. Siswa adalah yang belum tahu dan harus diberitahu sedangkan guru adalah yang sudah tahu dan akan memberitahukan. Bukankah itu semua yang disebut oleh Paulo Freire dengan pendidikan “gaya bank”?

Sumber: https://www.kompasiana.com/chik-hikmawan/551c02b38133110a0a9de89e/pendidikan-yang-membebaskan-menurut-paulo-freire

Kamis, 15 November 2018

Pentingnya Pendidikan untuk Masa Depan


Pentingnya Pendidikan untuk Masa Depan
12 November 2015   07:08 Diperbarui: 12 November 2015   07:54  153  0 0

Hasil gambar untuk Meraih masa depan dengan pendidikan
Manfaat pendidikan seperti yang kita ketahui sangatlah penting oleh karna itu pemerintah selalu meningkatkan kualitas pendidikan.generasi mudahlah yang akan memimpin Negeri ini kedepan,bila kita generasi muda ini tidak mendapatkan kualitas pendidikan yang baik maka kita akan kalah dengan bangsa-bangsa yang lain.maka dari itu kita harus meningkatkan kemampuan kita untuk menghadapi persaingan-persaingan dimanapun.
Semakin baik jenjang pendidikan kita maka semakin besar juga untuk mendapatkan pekerjaan apapun yang kita mau.karena saat ini mencari pekerjaan sangatlah sulit apalagi jika kita tidak berpendidikan maka lebih sulit lagi mendapatkan pekerjaan.pendidikan merupakan salah satu modal yang kita miliki untuk hidup di zaman yang serba sulit ini.Mengapa dikatakan serba sulit karena bila kita ingin memulai suatu bisnis atau usaha tentu saja pendidikan,kemampuan dan pengetahuanlah yang di butuhkan.
Tetapi mengapa masih banyak sekali warga di indonesia tidak merasakan bangku pendidikan apalagi didaerah-daerah terpencil.Sepertinya kesadaran mereka tentang pentingnya pendidikan harus ditingkatkan.jika kita ingin menjadi maju maka tentunya kita harus meningkatkan mutu pendidikan kita jangan kita terpengaruh terhadap perkembangan sekarang ini.seperti yang dikatakan seorang guru berpikir adalah pendidikan kita dapat menerima gagasan dan memperluas pemikiran kita dan belajar hal-hal baru.
Oleh karena itu sangat mudah menyimpulkan bahwa pendidikan mengarah ke keberhasilan.Pendidikan juga melepaskan kita dari kungkungan pikiran kita dan memaksa kita untuk berpikir dan mempertanyakan suatu hal.hal ini membuat kita sadar akan hak-hak kita untuk tidak diperbudak baik dengan pikiran atau tindakan.sebagai contoh jika kita melihat bahwa masyarakat dibeberapa bagian lain didunia telah mencoba sesuatu yang baru,maka kita mungkin juga melakukan hal yang sama.Karena pendidikan dapat mengubah proses berpikir kita menjadi lebih baik.karena itu membantu dalam membuat kita lebih toleran dan menerima.
Ada juga pendidikan sebagai konsep yang perlu ditanamkan pada anak-anak usia dini,Mereka perlu diberitahu bahwa pendidikan tidak hanya berarti pengetahuan atau hanya mengenal buku dan tulisan atau hal-hal belajar dengan hafalan dan juga berhitung tetapi memegang makna yang jauh lebih dalam.pendidikan tidak terbatas pada ruang kelas saja.selain sumber-sumber maka hal itu harus dicari dari apa saja.pendidikan jasmani juga memiliki peran utama dalam pendidikan seseorang karena membuat tubuh kita sehat dan dengan demikian menguatkan pikiran kita untuk mencari pengetahuan.
Pemahaman yang lebih baik dan mengetahui bagaimana dalam dunia ini hidup dan berpikir ini adalah cara untuk menanamkan pentingnya pendidikan pada anak-anak.pendidikan melampaui program pemberantasan buta huruf hal ini jauh lebih dalam,dalam menandakan suatu cara bagaimana orang itu hidup dan berpikir.pendididikan juga memberikan kita pengetahuan tentang dunia.
Jadi mengapa dikatakan pendidikan itu penting karena membantu kita mendapatkan dan mengembangkan sudut pandang.Dalam bidang apapun,pendidikan selalu terbukti bermanfaat.kita ditimbang dipasar kerja atas dasar kerampilan pendidikan kita dan seberapa baik kita dapat menerapkannya.pendidikan juga mengajarkan kita perilaku benar dan sopan santun,sehingga membuat kita beradab.
Hal ini penting dalam mengembangkan nilai-nilai dan kebijakan kita untuk memupuk kita menjadi individu dewasa invidu yang mampu merencanakan masa depan dan mengambil keputusan yang tepat dalam hidup.pedidikan memberi kita wawasan hidup,dan mengajarkan kita untuk mengajarkan kita dari pengalaman.pendidikan juga dapat dikatakan sebagai tulang punggung masyarakat yang baik membuat kita lebih manusiawi.
Membantu menciptakan gambaran yang jelas tentang hal-hal disekitar kita,dan menghapus semua kebingungan,semakin banyak kita belajar semakin banyak pertanyaan yang kita miliki,dan tampa pertanyaan tidak ada jawaban membuat kita lebih sadar diri.meskipun tidak terdaftar sebagai salah satu dari tiga kebutuhan msnusia untuk kemajuan bangsa.karenanya jangan pernah patah semangat untuk melalui rintangan-rintangan apapun yang menghadang kita.
Mimpi dan niat awal dari segalanya dan berusaha keras untuk meraih masa depan yang cerah jika yakin dengan kemampuan diri sendiri maka berani mencoba tantangan baru kita jangan pernah takut untuk maju sebelum berperang kita akan mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman,dan pengalaman adalah guru yang terbaik untuk bisa meraih masa depan yang indah.jangan sampai kegagalan menjadi halangan untuk meraih masa depan yang cerah belajarlah selalu dari kegagalan dan menghargai usaha yang anda buat.
Jika kita ingin menjadi didepan maka mulailah sekarang agar tahun depan kita akan tahu banyak hal anda tidak akan mengetahui masa depan jika anda berdiam diri kita tidak akan mengetahui masa depan seperti apa yang akan kita raih.Orang yang memiliki masa depan yang cerah yaitu orang yang memiliki pendidikan maka dari itu jangan pernah lelah untuk meraih pendidikan agar kita mendapatkan masa depan yang cemerlang,karena pendidika adalah ujung tombak dalam meraih cita-cita.
Tidak sedikit kita mendengar ataupun membaca orang-orang yang berhasil mendapatkan pendidikan bukan karena mereka berhasil mendapatkan pendidikan tetapi mereka jusru berhasil mendapatkan pendidikan itu sendiri dengan semangat yang mereka miliki pendidikan akan meningkatkan kualitas hidup kita.yang lebih penting melalui pendidikan kita juga bisa berkonrobusi kepada lingkungan dimana kita berada dan tentunya juga tidak merugikan orang lain atau mengambil keuntungan dari kesusahan orang lain.
Sekarang pilihan ada ditangan kita apakah kita ingin menjadi orang terdidik atau tidak kita bisa membayangkan apa jadinya jika kita tanpa pendidikan atau tidak berpendidikan.kita jangan pernah melewatkan kesempatan sekecil apapun karena pengalaman akan membuat kita jadi besar.jadi kita harus membentuk diri kita masing-masing apa gunanya pendidikan tinggi jika akhirnya tidak menjadi apa-apa.
Maka dari itu kita sendirilah yang membentuk karakter kita karena pendidikan adalah media untuk mengasah kemampuan kita baik dibidang politik,ekonomi dan sebagainya.pendidikan akan akan membuka wawasan kita dan ketika kita akan berpikir dan menilai sendiri apa pentingnya pendidikan.
Semakin banyak yang kamu baca,semakin banyak yang kamu tahu.Semakin banyak yang kamu tahu,maka akan semakin sering kamu belajar.Semakin banyak kamu belajar akan semakin berilmu.semakin berilmu,makin banyak relasi.semakin banyak relasi maka akan semakin mudah bagi kita untuk sekedar mengelilingi dunia ini.pendidikan adalah kunci untuk membuka emas kebebasan dan tujuan utama dari pendidikan adalah mengubah Jendela jadi pintu.Dan belajarlah dari masa lalu jika kita ingin mendefinisikan masa depan.
Sumber: https://www.kompasiana.com/yunitaolii1993/5643d86eb07a614a05fb277f/pentingnya-pedidikan-untuk-masa-depan




Pembelajaran Jarak Jauh di Masa Pandemi

Teddy Triyadi Nugroho Mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Jakarta Kamis, 14 Mei 2020 09:08 WIB Pembelajaran jarak jauh yang ...